Akhir-akhir
ini kian santer rasanya orang-orang yang meneriakkan bahwasannya Shalat Tarawih
20 rakaat itu Bid'ah, yang dilakukan Nabi SAW hanya 8 rakaat ditambah 3 rakaat
sebagai Witir. Entah hal itu disuarakan di Mimbar-Mimbar, Majalah, selebaran,
Radio, TV dan khususnya di Media Internet.
Sebenarnya bagi kami Ahlussunah Wal Jama'ah yang berpegangan pada salah satu
Imam dari Madzhab 4 yang tak lain adalah Generasi Salaf, tak ada masalah jika
ada yang melakukan Tarawih 8 rakaat bahkan 2 rakaat pun juga tak masalah. Yang
jadi masalah adalah ketika ada orang yang melakukan Shalat Tarawih 8 rakaat
ditambah Witir 3 rakaat kemudian menganggap lebih dari itu adalah Bid'ah.
Pada
dasarnya Shalat Tarawih sendiri tidak dibatasi oeh Rasulullah SAW, hanya saja
ada sekelompok orang yang salah faham akan sebuah Hadits yang dianggapnya
sebagai Shalat Tarawihnya Rasulullah, sedangkan yang berbeda dengan
pemahamannya dianggap Salah dan Bid'ah. Baiklah untuk memperjelas seperti apa
sebenarnya Shalat Tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang kemudian
dilanjutkan oleh Generasi Sahabat di bawah pimpinan Khulafa' Ar-Rasyidin.
Kemudian dilanjutkan oleh Generasi Tabi'in sampai pada masa Para Imam Madzhab,
berikut ini adalah penjelasan rinci tentang hal tersebut:
Shalat Tarawih adalah termasuk Qiyamullail (menghidupkan malam dengan Ibadah)
di Bulan Ramadhan, dan ini adalah termasuk Shalat Sunnah yang telah dilakukan
oleh Rasulullah SAW dan Para Sahabat yang pada awalnya dilakukan
sendiri-sendiri akan tetapi pada akhirnya dilakukan dengan cara berjama'ah.
عن السيدة عائشة رضي الله عنها قالت : ( إن النبي صلى
الله عليه وسلم صلى في المسجد فصلى بصلاته ناس، ثم صلى من القابلة فكثر الناس، ثم
اجتمعوا في الليلة الثالثة فلم يخرج إليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم، فلما
أصبح قال: "قد رأيت الذي صنعتم ولم يمنعني من الخروج
إليكم إلا أني قد خشيت أن تفرض عليكم"). رواه البخاري (2012) وأبو داود (1373)
Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a. beliau berkata:
"Sesungguhnya Nabi SAW Shalat di Masjid kemudian diikuti orang-orang,
kemudian Shalat lagi di malam berikutnya maka orang-orang yang Shalat semakin
banyak. Kemudian di malam ketiganya orang-orang telah berkumpul (di Masjid)
akan tetapi Rasulullah SAW tidak keluar. Ketika tiba di pagi harinya Rasulullah
SAW bersabda: "Sungguh aku telah melihat apa yang kalian lakukan,
(sebenarnya) tiada yang menghalangiku keluar kepada kalian melainkan aku takut
Shalat Tarawih diwajibkan atas kalian". HR. Bukhari no. 2012 dan Abu Daud
no. 1373.
Ketika para Sahabat mengetahui sebab tidak keluarnya Rasulullah SAW itu karena
khawatir Shalat Tarawih itu diwajibkan kepada mereka bukan karena pada
Qiyamullail tersebut ada pelanggaran secara Syariat, sehingga malam berikutnya
para Sahabat tetap pergi ke Masjid dan melakukan Shalat di Masjid. Sebagian
mereka ada yang Shalat sendirian dan sebagian ada yang berjama'ah dan hal ini
berlangsung sampai pada masa pemerintahan Sayyidina Umar r.a.
Suatu ketika Sayyidina Umar r.a. memasuki Masjid dan menemukan mereka dalam
jumlah yang banyak sehingga Masjid penuh sesak oleh Para Sahabat dan Tabi'in,
dan setiap orang ada yang Shalat sendirian ada pula yang berjama'ah dengan
temannya. Sayyidina Umar r.a. memandang hal ini dengan pandangan penuh wawasan
terhadap keadaan mereka untuk mencarikan jalan keluar agar mereka lebih
Khusyu'. Sehingga beliau memberi ketetapan dengan mengumpulkan mereka pada satu
Imam yaitu Sayyidina Ubay Bin Ka'ab r.a. sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Sayyidina Abdurrahman Bin Abdulqori, beliau berkata:
"خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان
إلى المسجد، فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل لنفسه، ويصلي الرجل فيصلي بصلاته
الرهط، فقال عمر رضي الله عنه: إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل، ثم
عزم فجمعهم على أبي بن كعب، ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم، قال
عمر: (نعمت البدعة هذه والتي ينامون عنها أفضل من الذين يقومون يريد آخر الليل
وكان الناس يقومون أوله). رواه البخاري (2010)
"Suatu ketika aku keluar ke Masjid bersama Umar Bin Khattab r.a. pada
suatu malam di Bulan Ramadhan, sedangkan orang-orang terpisah-pisah, ada
yang Shalat sendirian ada pula yang Shalat kemudian diikuti oleh
sekelompok orang. Kemudian Umar berkata: "Sungguh aku memandang andai aku
kumpulkan mereka pada satu Imam tentunya itu lebih baik". Kemudian beliau
mengumpulkan mereka pada Ubay Bin Ka'ab, kemudian aku keluar bersama Umar pada
malam lainnya sedangkan orang-orang Shalat dengan Imam mereka, kemudian Umar
berkata: "Sebaik-baik Bid'ah adalah ini, sedangkan yang tidur terlebih
dahulu kemudian bagun di akhir malam itu lebih utama, sedangkan orang-orang
melakukannya di awal malam". HR. Bukhari no. 2010.
Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar tidak diingkari oleh
seorangpun dari Kalangan Sahabat sedangkan hal ini belum ada sebelumnya akan
tetapi mereka tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar tidaklah
menyalahi As-Sunnah. Nabi Muhammad SAW ketika memutuskan untuk tidak keluar di
malam ketiga Ramadhan hanya karena khawatir Qiyamullail tersebut diwajibkan
atas mereka. Sedangkan setelah Nabi Muhammad SAW wafat sehingga turunnya Wahyu
tentang suatu Hukum itu telah terhenti, pun di sana tiada satu hal yang
mencegah mereka untuk Shalat berjama'ah pada satu Imam di Masjid, terlebih
dalam jama'ah itu tentunya lebih sempurna dalam hal kekhusyu'an dan lebih
banyak pula pahalanya dari pada Shalat sendirian. Sedangkan Rasulullah SAW
bersabda:
"عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا
عليها بالنواجذ". رواه أحمد (4/126) وأبو داود (4607) والترمذي (2676) وابن
ماجه (43)
"Hendaknya kalian mengikuti Sunnahku dan Sunnahnya Khulafa' Ar-Rasyidin
yang mendapatkan hidayah, berpegang teguhlah dengan Sunnah tersebut". HR.
Ahmad (Juz 4 hal. 126), Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah
no 43.
Di sisi Rasulullah SAW juga bersabda:
"اقتدوا باللذين من بعدي أبي بكر وعمر".
رواه أحمد (5/382) والترمذي (3662) وابن ماجه (97)
"Ikutilah 2 orang ini setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar". HR.
Ahmad (Juz 5 hal. 382), Tirmidzi no. 3662 dan Ibnu Majah no. 97.
Maka dari itu Sayyidina Umar r.a. memperbanyak bilangan rakaatnya akan tetapi
meringankan bacaanya dari pada memanjangkan satu rakaat akan tetapi memberatkan
Makmum. Sedangkan apa diucapkan oleh beliau tentang "Sebaik-baik Bid'ah
adalah ini", itu hanya dimaksudkan Qiyamullail di awal malam tidak seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang melakukan di pertengahan malam atau di
penghujungnya. Hal ini sebagaimana telah dikatakan oleh Sayyidina Umar pada
Hadits sebelumnya yaitu: "Sedangkan yang tidur terlebih dahulu kemudian
bagun di akhir malam itu lebih utama, sedangkan orang-orang melakukannya di
awal malam". Begitu juga penafsiran dari Perawi Hadits tersebut yaitu
Sayyidina Abdurrahman r.a. tentang hal tersebut.
Sedangkan ada sekelompok orang dari kalangan Salaf yang melakukan Qiyamullail
Ramadhan dengan bilangan 40 Rakaat ditambah 3 rakaat Shalat Witir sedangkan
yang lainnya melakukan Shalat Tarawih 36 rakaat ditambah 3 rakaat Shalat Witir
dan lain-lain sebagaimana yang akan kami sebutkan nanti, Insya Alah.
Adapun dalil secara terperincinya adalah sebagai berikut:
عن يزيد بن رومان قال: "كان الناس في زمن عمر
يقومون في رمضان بثلاث وعشرين ركعة". رواه مالك في الموطأ (106)
Dari Yazid Bin Ruman, beliau berkata: "Orang-orang pada masa Umar
melakukan Qiyamullail di Bulan Ramadhan dengan 23 rakaat". HR. Malik dalam
Al-Muwaththo' hal. 106.
وعن سيدنا السائب بن يزيد رضي الله عنه قال: "كانوا
يقومون على عهد عمر بن الخطاب رضي الله عنه في شهر رمضان بعشرين ركعة وكانوا
يقومون بالمئتين وكانوا يتوكؤون على عصيهم في عهد عثمان من شدة القيام".
رواه البيهقي في السنن الكبرى (496/2) وصححه العيني
والقسطلاني في شرحيهما لصحيح البخاري والسبكي في شرح المنهاج والكمال بن الهمام في
شرح الهداية والعراقي في شرح التقريب والإمام النووي في المجموع.
Dari Sayyidina Saib Bin Yazid r.a. beliau berkata: "Dahulu pada masa
Uman Bin Khattab r.a. orang-orang melakukan Qiyamullail pada Bulan Ramadhan 20
rakaat dengan membaca 200 ayat, sedangkan pada masa Utsman r.a. mereka
bersender pada tongkat karena lamanya berdiri". (HR. Bayhaqi dalam
As-Sunan Al-Kubra Juz 2 hal. 496 dan dishahihkan oleh Al-'Aini dan
Al-Qasthalani dalam Syarah mereka terhadap Shahih Bukhari, Begitu juga
As-Subuki dalam Syarah Al-Minhaj, Al-Kamal Bin Al-Hamam dalam Syarah
Al-Hidayah, Al-'Iraqi dalam Syarah At-Taqrib dan Imam Nawawi dalam Al-Majmu'.)
وأخرج المروزي عن زيد بن وهب أنه قال: "كان عبد
الله بن مسعود يصلي لنا في شهر رمضان فينصرف وعليه ليل"، قال الأعمش:
"كان يصلي عشرين ركعة يوتر بثلاث".
Imam Al-Maruzi meriwayatkan dari Zaid Bin Wahab, beliau berkata:
"Dahulu Abdullah Bin Mas'ud melakukan Shalat bersama kami pada bulan
Ramadhan, kemudian beliau pulang sedangkan malam masih tersisa", Al-A'masy
berkata: "Beliau telah melakukan Shalat 20 rakaat serta 3 rakaat
witir".
Begitu juga riwayat dari Daud Bin Qais, beliau berkata:
"أدركت الناس في إمارة أبان بن عثمان وعمر بن عب
العزيز يعني بالمدينة يقومون بست وثلاثين ركعة ويوترون بثلاث".
"Aku menemukan orang-orang pada masa pemerintahan Aban Bin Utsman dan
Umar Bin Abdul Aziz di Madinah melakukan Qiyamullail (Shalat Tarawih) 36 rakaat
serta 3 rakaat Witir".
Begitu juga riwayat dari Nafi', beliau berkata:
"لم أدرك الناس إلا وهم يصلون تسعا وثلاثين ويوترون
منها بثلاث".
"Tidaklah aku menemui orang-orang melainkan mereka melakukan Shalat
(Tarawih) 39 rakaat dengan 3 rakaatnya sebagai Witir".
Imam Ibnu Hajar menukil bahwa Imam Malik berkata:
"الأمر عندنا بتسع وثلاثين وبمكة بثلاث وعشرين،
وليس في شيء من ذلك ضيق" ونقل عنه أيضا قوله: "أنها بست وأربعين وثلاث
وتر".
"(Shalat Tarawih) bagi kami (di Madinah) adalah 39 rakaat sedangkan di
Mekkah 23 rakaat dan dalam hal ini tidak ada yang dipermasalahkan".
Imam Ibnu Hajar juga menukil dari Imam Malik pula:
"أنها بست وأربعين وثلاث وتر"
"Bahwasannya Shalat Tarawih itu 46 rakaat serta Witir 3 rakaat".
عن زرارة بن أوفى أنه كان يصلي بهم في البصرة أربعا
وثلاثين ويوتر بثلاث، وعن سيدنا سعيد بن جبير رضي الله عنه أربعا وعشرين.
Diriwayatkan dari Zurarah Bin Aufa sesungguhnya beliau melakukan Shalat
Tarawih dengan orang-orang di Bashrah 34 rakaat disertai Witir 3 rakaat,
sedangkan Sayyidina Said Bin Jubair r.a. (melakukan Shalat Tarawih) 24 rakaat.
Dari Ishaq Bin Manshur, beliau berkata:
قلت لأحمد بن حنبل: "كم ركعة يصلى في قيام
رمضان؟" فقال: "قد قيل ألوان نحو أربعين وإنما هو تطوع".
"Aku berkata kepada Ahmad Bin Hanbal: "Berapa rakaat Shalat
Tarawih dilakukan pada bulan Ramadhan?", beliau berkata: "Sungguh
telah dikatakan hal itu bermacam-macam setidaknya 40 rakaat, (soalnya) ini
hanya Sunnah".
Imam Tirmidzi berkata:
"أكثر ما قيل أنه يصلي إحدى وأربعين مع الوتر".
"Kebanyakan yang dikatakan bahwasannya Shalat Tarawih itu 41 rakaat disertai
Witir".
Hal ini tidak lain adalah berbedanya pendapat 4 Madzhab tentang bilangan rakaat
Tarawih sebagai berikut:
Madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali menyatakan bahwasannya Shalat Tarawih itu
20 rakaat dengan 10 kali Salam. Hal ini berdasarkan riwayat yang mereka ambil
dari Kalangan Sahabat r.a. bahwasannya Para Sahabat melakuan Shalat Tarawih
pada masa Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali sebanyak 20
rakaat. Dan ini pula yang diambil dalam Madzhabnya Imam Daud Adz-Dzohiri.
Imam Tirmidzi berkata:
"وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما
من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو قول النووي وابن المبارك".
"Kebanyakan Ahli Ilmu (Ulama') itu berdasarkan riwayat dari Sayyidina
Umar, Sayyidina Ali dan yang lainnya dari Kalangan Sahabat Rasulullah SAW, dan
ini adalah pendapatnya Imam Nawawi dan Ibnu Mubarak".
Imam Syafii berkata:
"هكذا أدركنا بمكة يصلون عشرين ركعة". فقه
السنة (54/2) والترمذي (170/3)
"Beginilah kami menemui orang-orang di Mekkah Shalat 20 rakaat".
Fiqh As-Sunnah Juz 2 hal. 54, Imam Tirmidzi Juz 3 hal. 170
Sedangkan Imam Malik melakukan Shalat Tarawih 46 rakaat selain Witir seperti
yang dinukil oleh Imam Ibnu Hajar di Fath Al-Bari, sedangkan dalam riwayat lain
dari Imam Malik itu 39 rakaat dengan 36 rakaat sebagai Tarawih dan 3 rakaat
sebagai Witir.
Sampai di sini bisa kita tarik benang merah pada apa yang terjadi di Generasi
Salaf dan Sahabat dan para pengikut mereka bahwa bilangan rakaat dalam Shalat
Tarawih itu tidak dibatasi, bahkan Syeikh Ibnu Taymiyah Al-Hanbali (rujukan
utama Wahhabi) berkata:
"اعلم أنه لم يوقت رسول الله صلى الله عليه وسلم في
التراويح عددا معينا، ومن ظن أن التراويح على عدد معين مؤقت من النبي صلى الله
عليه وسلم لا يزيد ولا ينقص فقد أخطأ". ذكره ملا علي القاري في شرحه مشكاة
المصابيح ص 175
"Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW tidak menentukan bilangan
tertentu dalam Shalat Tarawih, sedangkan barang siapa yang menyangka bahwa
Qiyam Ramadhan (Tarawih) itu dibatasi dengan bilangan tertentu oleh Nabi SAW,
tak lebih dan tak kurang, maka dia telah salah". Disebutkan oleh Mulla Ali
Al-Qari dalam Syarahnya Misykah Al-Mashabih hal. 175.
Sedangkan apa yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah berikut ini:
"ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزيد في
رمضان ولا في غيره على إحدى عشر ركعة". رواه البخاري (1096) ومسلم (738) وأبو
داود (1341) والنسائي (1696) والترمذي (439) ومالك في الموطأ (114/1)
"Tidaklah Rasulullah SAW menambah lebih dari 11 rakaat di bulan
Ramadhan dan selainnya". HR. Bukhari no. 1096, Muslim no. 738, Abu Daud
no. 1341, Nasai no. 1696, Tirmidzi 439 dan Malik dalam Al-Muwaththa' juz 1 hal.
114.
Dalam riwayat tersebut tak lain yang dimaksud adalah bilangan rakaat Shalat
Witir bukan Tarawih. Sebab Sayyidah Aisyah r.a. berkata: "Di Ramadhan dan
selainnya", sedangkan di luar Ramadhan tidak ada Shalat Tarawih bedahalnya
dengan Shalat Witir, di Bulan Ramadhan ada dan di luar Ramadhan juga ada.
Bahkah Imam Tirmidzi mengatakan:
"روي عن النبي صلى الله عليه وسلم الوتر بثلاثة
عشرة وإحدى عشر وتسع وسبع وخمس وثلاث وواحدة".
"Telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasannya Shalat Witir itu 13, 11,
9, 7, 5, 3 dan 1 rakaat".
Jika di luar Ramadhan saja Rasulullah melakukan Shalat Witir 11 atau 13 rakaat,
apakah masuk akal jika Rasulullah melakukan Shalat Witir di Bulan Ramadhan yang
merupakan Bulan Ibadah itu hanya 3 rakaat? Hal ini jika kita mengacu pada
pendapat yang mengatakan 8 rakaat sebagai Tarawih dan 3 rakaat sebagai Witir,
sungguh pemahaman yang sangat jauh.
Kemudian, jika kita katakan yang dimaksud dari 11 rakaat adalah Tarawih dan
Witir, yakni 8 rakaat kita jadikan Tarawih dan 3 rakaatnya adalah Witir. Hal
ini tentu bertentangan dengan apa yang ada pada Masa Sahabat di mana mereka
melakukan Shalat Tarawih 20 rakaat sampai pada masa Imam Malik dan Imam Syafii.
Lantas, apakah masuk akal jika Sayyidah Aisyah r.a. mengetahui Tarawihnya
Sahabat itu 20 rakaat kemudian beliau hanya diam saja menyaksikan mereka
melakukan hal yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW?
Terus, apakah masuk akal jika semua Sahabat berkumpul untuk melakukan
sesuatu yang kemudian mereka anggap sebagai Ijma' (kesepakatan bersama) tanpa
seorangpun yang mengingkarinya, kemudian hal ini dianggap menyalahi Syariat?
Sungguh demi Allah hal ini adalah pemahaman yang amat jauh sekali. Sedangkan
sebagaimana diketahui adalah bahwasannya Shalat Tarawih di Masjidil Haram itu
20 rakaat tanpa seorangpun yang mengingkari bilangan ini dari Kalangan Ulama'
yang Mu'tabar (diakui keilmuannya). Semoga Allah menunjukkan kita ke jalan yang
lurus.
Ibnu Abbas meriwayatkan sebagai berikut:
"أن النبي صلى الله عليه وسلم كلن يصلي في رمضان
عشرين ركعة والوتر". رواه ابن أبي شيبة (394/2)
"Sesungguhnya Nabi SAW dahulu melakukan Shalat di bulan Ramadhan 20
rakaat ditambah Witir". HR. Ibnu Abi Syaibah Juz 2 Hal. 394
Walaupun Hadits tersebut tidak kuat akan tetapi diperkuat dengan apa yang
dilakukan oleh Para Sahabat dan orang-orang setelah mereka dari Generasi Salaf
dan telah bersepakat atas hal tersebut.
Dari As-Saib Bin Yazid r.a. beliau berkata:
"أن عمر جمع الناس في رمضان على أبي بن كعب وتميم
الداري على إحدى وعشرين ركعة". رواه عبد الرزاق في المصنف (7730)
"Sesungguhnya Umar telah mengumpulkan orang-orang di Bulan Ramadhan
paga Ubay Bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari dengan (Shalat Tarawih) 21
rakaat". HR. Abdurrazzaq di Al-Mushonnaf no. 7730
عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد الأنصاري: "أن
عمر بن الخطاب أمر رجلا يصلي بهم عشرين ركعة". المغني لابن قدامة
(799/1)
Diriwayatkan dari Malik Bin Anas, dari Yahya Bin Said Al-Anshari:
"Sesungguhnya Umar Bin Khattab memerintah seseorang untuk Shalat dengan
orang-orang (sebanyak) 20 rakaat". Disebutkan dalam Kitab Al-Mughni karya
Ibnu Qudamah Juz 1 Hal. 799
وقال ابن قدامة المقدسي بعد أن نقل صلاة التراويح بعشرين
ركعة عن عمر وعلي قال: "وهذا كالإجماع". أخرجه ابن أبي شيبة (393/2)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata setelah menukil bahwasannya Shalat Tarawih
itu 20 rakaat dari Umar dan Ali, beliau berkata: "Dan hal ini seperti
Ijma' (kesepakatan bersama)". Ibnu Abi Syaibah Juz 2 Hal. 393
Bahkan Ibnu Taymiyah (rujukan utama Wahhabi) berkata:
"قد ثبت أن أبي بن كعب كان يقوم بالناس عشرين ركعة
في قيام رمضان، ويوتر بثلاث فرأى كثير من العلماء أن ذلك هو السنة لأنه إقامة بين
المهاجرين والأنصار ولم ينكر منكر، وهذه هي صورة الإجماع". الفتاوى لابن
تيمية (112/23)
"Telah tetap adanya bahwasannya Ubay Bin Ka'ab mengimami Qiyam
Ramadhan (Tarawih) sebanyak 20 rakaat, kemudian melakukan Witir 3 rakaat. Dari
ini kebanyakan Ulama' menganggap sebagai Sunnah karena dilakukan di
tengah-tengah Muhajirin dan Anshar tanpa seorangpun yang mengingkarinya, dan
inilah gambaran sebuah Ijma' (kesepakatan bersama)". Al-Fatawa karya Ibnu
Taymiyah Juz 23 Hal. 112
Kesimpulan:
Sesungguhnya Para Sahabat telah sepakat bahwasannya Shalat Tarawih itu 20
rakaat, kemudian hal ini diikuti oleh Generasi Tabi'in tanpa seorangpun dari
Generasi Salaf yang mengingkari terkecuali bilangan rakaat yang melebihi dari
20.
Disadur dari Kitab Al-Mausu'ah Al-Yusufiyah (hal. 631-635) karya Prof. Dr.
Yusuf Khaththar Muhammad. Cetakan Dar At-Taqwa tahun 1434 H/2013, Damaskus -
Suriah.
0 komentar:
Posting Komentar