Pola hidup era
sekarang yang berkecenderungan hedonis (glamour) dan materialistik (ukurannya
materi/uang), lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia,
bahkan cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada manusia
tersebut.
Dampaknya sangat terasa, manusia cenderung terisolasi, mengalami keterasingan
diri, jiwa a-sosial dan abai terhadap sesama. Istigosah hadir sebagai cara atau
media meminimalisir hal tersebut. Sebagai kegiatan yang cenderung banyak
mengandung dimensi ibadah (didalamnya ada unsur bermunajat kepada Allah), lebih
dari itu istigosah juga banyak dimensi sosial di dalamnya. Untuk lebih
jelasnya, berikut penjelasan panjang lebar tentang istighosah dan perannanya
dalam kehidupan manusia yang mendamba kedamaian.
Kata istighotsah (استغاثة) berasal dari al-ghouts yang berarti
pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) istaf’ala
atau istif’al menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka
istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata ghufron yang
berarti ampunan ketika diikutkan pola istif’al menjadi istighfar
yang berarti memohon ampunan.
Jadi istighotsah berarti thalabul ghouts
atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan istianah
meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti’anah juga
pola istif’al dari kata al-aun yang berarti thalabul
‘aun yang juga berarti meminta pertolongan.
Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan
sulit. Sedangkan Isti’anahmaknanya meminta pertolongan dengan arti
yang lebih luas dan umum. Baik Istighotsah maupunIsti’anah terdapat
di dalam nushushusy syari’ah atau teks-teks al-Qur’an
atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat al-Anfal ayat 09 disebutkan: “(Ingatlah
wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia
mengabulkan permohonanmu.” (QS al-Anfal:09).
Ayat ini menjelaskan
peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT, saat itu
beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh tiga
kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah mengabulkan permohonan
Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa seribu pasukan malaikat.
Dalam surat Al-Ahqaf
ayat 17 juga disebutkan; “Kedua orang tua memohon pertolongan kepada
Allah.” (QS al-Ahqaf:17) yang dalam hal ini adalah memohon pertolongan
Allah atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya meyakini hari kebangkitan,
dan tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh keduanya untuk menyadarkan
sang anak kecuali memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dari kedua cuplikan
ayat ini barangkali dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon
pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah keajaiban atau sesuatu yang
paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.
Istighotsah sebenamya
sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah konotasinya
lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan
hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara
kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar,
sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.
Istighotsah juga
disebutkan dalam hadits Nabi, di antaranya:
Sesungguhnya matahari
akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian
orang keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada pada
kondisi seperti itu, mereka beristighotsah (meminta pertolongan) kepada Nabi
Adam, kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi Muhammad. (H.R.al-Bukhari).
Hadits ini juga
merupakan dalil dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan
keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab. Terbukti ketika manusia di
padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta tolong
kepada para Nabi. Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan tidak perlu
mendatangi para nabi tersebut? Seandainya perbuatan ini adalah syirik niscaya
mereka tidak melakukan hal itu dan jelas tidak ada dalam ajaran Islam suatu
perbuatan yang dianggap syirik.
Dalam pandangan yang
lebih moderat, sebagian pendapat mengatakan, bahwa mereka saat itu sebenarnya
bukan ber-istighosah kepada nabi-nabi yang telah disebutkan, akan
tetapi ber-istighotsah kepada Allah, dengan perantara orang-orang
sholeh, yaitu nama-nama nabi yang telah disebutkan dimuka, agar supaya
permohonnan yang mereka sampaikan kepada Allah dikabulkan oleh Allah, berkat
perantara orang-orang yang secara derajat sangat dekat hubungannya dengan
Allah.
Model do’a atau
permohonan yang sejenis istighostah sebagaimana disebutkan
dalam hadis riwayat al-Bukhori tersebut, dalam diskursus kajian Islam ilmu
bahasa atau Balaghoh disebut majazisti’aroh menggunakan ‘alaqoh musyabahah (keserupaan),
dengan pemahaman yaitu menyebutkan musyabbah yang dikehendaki
adalah musyabbah bih-nya atau menyabutkan orang yang
diberi kelebihan, padahal yng dimaksud adalah Allah, dapat juga dipahami
menyerupakan orang yang diberi wewenang dengan atau kepada orang yang memberi
wewenang.
Sedangkan isti’anah
terdapat di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Mintalah pertolongan
dengan sabar dan shalat.” (QS al-Baqarah: 45).
Dalam konteks
kehidupan dunia yang sudah berubah seperti sekarang ini, keberadaan istighostahakan
menjadi bagian dari energi positif untuk manusia dalam mengurai setiap problem
kehidupan yang sedang menimpanya. Problem kehidupan manusia kahir-akhir ini
yang cenderung abai terhadap nilai-nilai sritualitas agama, akan hidup kembali
dengan mengikuti kegiatan istighostah.
*Penulis adalah staf Pengasuh P.P. Madani Unggulan Bintan,
Pengurus Majelis Ulama’ Indonesia [MUI] Kab Bintan, Pengurus Lembaga Dakwah
Nahdlatul Ulama’ [LDNU] Kab. Bintan.
0 komentar:
Posting Komentar